Senin, 26 Desember 2011

MENGUCAPKAN SELAMAT HARI RAYA KEPADA NON MUSLIM Oleh Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsamîn

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsamîn ditanya tentang hukum mengucapkan selamat hari raya kepada non-muslim (seperti selamat Natal) : Jika mereka memberi ucapan selamat kepada kita, bagaimana cara menjawabnya? Bolehkah kita menghadiri tempat-tempat perayaan mereka berkait dengan hari raya ini? Jika ada yang mengikutinya, apakah dia berdosa? Padahal terkadang dia melakukannya karena pura-pura, atau malu, atau merasa bersalah (jika tidak menghadiri undangan, Red.) dan berbagai sebab lainnya? Dalam masalah ini, apakah kita boleh meniru mereka?

Jawab
Memberikan ucapan selamat kepada orang-orang kafir, seperti ucapan “Selamat Natal” dan perayaan keagamaan lainnya, hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama’.

Ibnul-Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, Ahkâmu Ahli Dzimmah mengatakan: "Mengucapkan selamat dengan syiar-syiar orang kafir yang merupakan kekhususan mereka, hukumnya ialah haram menurut kesepakatan para ulama. Seperti memberikan ucapan selamat kepada mereka berkaitan dengan hari raya mereka, ibadah mereka, dengan mengucapkan “selamat berhari raya”, atau yang sejenisnya. Perbuatan seperti ini, kalaupun si pelaku selamat dari kekufuran, namun ia telah melakukan sesuatu yang diharamkan. Perbuatan seperti ini sama dengan mengucapkan “selamat” atas peribadatan mereka. Bahkan ucapan ini lebih besar dosanya di sisi Allah Azza wa Jalla dan lebih dimurkai daripada memberikan ucapan selamat kepada peminum khamr, pembunuh, pezina, dan lain sebagainya. Banyak orang yang tidak memiliki perhatian terhadap din (agama) terseret dalam perbuatan seperti ini. Dia tidak mengetahui kejelekan yang dilakukannya. Barang siapa memberikan ucapan selamat berkaitan dengan perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka ia terancam mendapat kemurkaan Allah Azza wa Jalla.” Selesai perkataan Ibnul-Qayyim rahimahullah.

Memberikan ucapan selamat kepada orang-orang kafir berkaitan dengan perayaan keagamaan mereka hukumnya haram. Seperti inilah yang disebutkan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah, karena dalam ucapan selamat tersebut tersirat pengakuan terhadap syiar-syiar (simbol-simbol) kekufuran, ridha terhadap kekufuran meskipun ia tidak ridha kekufuran itu untuk dirinya. Bagi setiap muslim diharamkan menyukai kekufuran atau memberikan ucapan selamat kepada yang lain berkaitan dengan kekufuran ini, karena Allah k tidak meridhai kekufuran. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ ۖ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ ۖ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu". [az-Zumar/39 : 7].

Firman Allah Azza wa Jalla.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu".[al-Mâ`idah/5 : 3].

Memberikan ucapan selamat kepada mereka bererkaitan dengan hal itu, hukumnya haram, baik ia ikut merayakan maupun tidak. Jika memberikan ucapan selamat kepada kita berkaitan dengan hari raya mereka, maka kita tidak perlu menjawabnya. Karena itu bukan hari raya kita. Juga hari raya itu tidak diridhai Allah Azza wa Jalla. Karena kemungkinan hari raya itu adalah bid’ah dalam agama mereka, atau mungkin pernah disyari’atkan namun telah dihapus dengan agama Islam yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk semua manusia dan jin. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". [Ali Imrân/3 : 85].

Memenuhi undangan dalam perayaan ini hukumnya haram. Karena memenuhi undangan ini lebih berat dibandingkan memberikan ucapan selamat. (Dengan) menghadiri undangan, berarti ikut merayakan bersama mereka. Begitu juga, seorang muslim diharamkan meniru mereka dengan mengadakan acara-acara dalam hal perayaan ini, atau saling memberi hadiah, membagi-bagi permen, makanan, meliburkan aktifitas, atau yang sejenisnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut". [HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, 2/50, 92].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya, Iqtidhâ Sirathil-Mustaqîm, Mukhâlafatu Ash-hâbil-Jahîm, berkata: “Meniru-niru mereka dalam sebagian perayaan mereka menyebabkan seseorang bangga dengan kebathilan yang ada pada mereka … Bisa jadi, hal ini akan lebih memotivasi mereka untuk memanfaatkan momen-momen itu”. Selesai perkataan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Seseorang yang melakukan perbuatan ini, berarti ia berdosa, baik melakukannya karena pura-pura, suka, malu, atau karena faktor lainnya. Karena semua itu termasuk mudâhanah (dukukngan yang dilarang) dalam dinullah dan menyebabkan mereka semakin mantap serta bangga dengan agamanya.

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikan kaum muslimin mulia dengan agamanya, memberikan keteguhan hati, serta menolong kaum muslimin dalam mengalahkan musuh-musuhnya. Sesungguhnya Allah k Maha kuat dan Maha perkasa.

Fatâwa Ulamâ al-Baladil-Harâm, hlm. 935-937.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

SHALAT-SHALAT SUNNAH Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

A. Keutamaannya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ، فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَـابَ وَخَسِرَ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَةٍ شَيْئًا، قَـالَ الرَّبُّ تَبَـارَكَ وَتَعَالَى: اُنْظُرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ، فَيُكَمَّلُ بِهِ مَا انْتَقَصَ مِنَ الْفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى نَحْوِ ذَلِكَ.

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka beruntung dan selamatlah dia. Namun, jika rusak, maka merugi dan celakalah dia. Jika dalam shalat wajibnya ada yang kurang, maka Rabb Yang Mahasuci dan Mahamulia berkata, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Jika ia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian dihisablah seluruh amalan wajibnya sebagaimana tadi.” [1]

B. Disunnahkan Mengerjakannya di Rumah
Dari Jabir, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا قَضَى أَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ فِـي مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيْباً مِنْ صَلاَتِهِ، فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلاَتِهِ نُوْرًا

“Jika salah seorang di antara kalian telah menunaikan shalat di masjidnya, maka hendaklah ia memberi jatah shalat bagi rumahnya. Karena sesungguhnya Allah menjadikan cahaya dalam rumahnya melalui shalatnya.” [2]

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصَّلاَةِ فِي بُيُوْتِكُمْ، فَإِنَّ خَيْرَ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ.

“Kerjakanlah shalat (sunnah) di rumah kalian. Karena sebaik-baik shalat seseorang adalah yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat wajib.” [3]

C. Macam-Macamnya
Shalat sunnah ada dua bagian: Muthlaqah dan Muqayyadah
Muthlaqah adalah yang dikenal dengan sunnah rawatib, yaitu yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib. Ia terdiri dari dua bagian: muakkadah (yang ditekankan) dan ghairu muakkadah (tidak ditekankan).

1. Shalat sunnah muakkadah ada sepuluh raka’at
Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku ingat sepuluh raka’at dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : dua raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudahnya. Dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya', serta dua raka’at sebelum shalat Shubuh. Pada saat itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm tidak mau ditemui. Hafshah Radhiyallahu anhuma menceritakan padaku bahwa jika mu-adzin mengumandangkan adzan dan fajar (yang kedua) telah terbit, beliau shalat dua raka’at." [4]

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, “Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat raka’at sebelum shalat Zhuhur, dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh.” [5]

2. Shalat sunnah ghairu muakkadah: Dua raka’at sebelum shalat ‘Ashar, Maghrib, dan 'Isya'.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، ثُمَّ قَـالَ فِي الثَّالِثَةِ: لِمَنْ شَاءَ.

“Di antara dua adzan (antara adzan dan iqamat-ed.) ada shalat, di antara dua adzan ada shalat.” Kemudian beliau berkata pada kali yang ketiga, “Bagi siapa saja yang menghendakinya.”[6]

Disunnahkan untuk menjaga empat raka’at sebelum shalat ‘Ashar

Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat empat raka’at sebelum shalat ‘Ashar. Beliau memisahkan antara raka’at-raka’at tadi dengan mengucapkan salam pada para Malaikat muqarrabiin (yang didekatkan kepada Allah), dan yang mengikuti mereka dengan baik dari kalangan muslimin dan mukminin.” [7]

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا.

“Semoga Allah merahmati orang yang shalat empat raka’at sebelum ‘Ashar.” [8]

Riwayat yang mengabarkan bacaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebagian shalat tersebut

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

نِعْمَتِ السُّوْرَتَانِ يُقْرَأُ بِهِمَا فِي رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ، قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، وَقُلْ يَآ أَيُّهَا اْلكَافِرُوْنَ.

“Dua surat yang paling baik dibaca pada dua raka’at sebelum Shubuh adalah qul huwallaahu ahad (al-Ikhlash) dan qul yaa ayyuhal kaafiruun (al-Kaafiruun). [9]

Dari Abu Hurairah Radhiyalllahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca qul yaa ayyuhal kaafiruun (al-Kaafiruun) dan qul huwallaahu ahad (al-Ikhlash) pada dua raka’at sebelum Shubuh.” [10]

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Pada dua raka’at shalat sunnah fajar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca: quuluu aamannaa billaahi wa maa unzila ilainaa, yaitu ayat dalam surat al-Baqarah pada raka’at pertama. Dan pada raka’at terakhir: aamannaa billaahi wasyhad bi annaa muslimuun." [11] (Ali ‘Imran: 52).

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku tidak bisa menghitung berapa kali aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca: qul yaa ayyuhal kaafiruun (al-Kaafiruun) dan qul huwallaahu ahad (al-Ikhlash) pada dua raka’at sesudah Maghrib dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh." [12]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 451, 452)], Sunan at-Tirmidzi (I/258 no. 411), Sunan an-Nasa-i (I/232).
[2]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 375)], Shahiih Muslim (I/239 no. 778).
[3]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (X/517 no. 6113)], Shahiih Muslim (I/539 no. 781), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/321 no. 1434) dan Sunan an-Nasa-i (III/198).
[4]. Shahih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 440)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/58/ no. 1180, 1180), ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (I/271 no. 431), dengan lafazh hampir serupa.
[5]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1658)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/58 no. 1182), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/134 no. 1240) dan Sunan an-Nasa-i (III/251).
[6]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/110 no. 627)], Shahiih Muslim (I/573 no. 838), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/162 no. 1269), Sunan at-Tirmidzi (I/120 no. 185), Sunan an-Nasa-i (II/28), Sunan Ibni Majah (I/368 no. 1162).
[7]. Hasan: Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 353)], Sunan at-Tirmidzi (I/269 no. 427).
[8]. Hasan: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 354)], Sunan at-Tirmidzi (I/270 no. 428), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/149 no. 1257).
[9]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 944)], Shahiih Ibni Khuzaimah (II/163 no. 1114), Ahmad (al-Fat-hur Rabbani) (IV/225 no. 987), Sunan Ibni Majah (I/363 no. 1150).
[10]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 360)], Shahiih Muslim (I/502 no. 726), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/135 no. 1243), Sunan an-Nasa-i (II/156), Sunan Ibni Majah (I/363 no. 1148).
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 905)], Shahiih Muslim (I/502 no. 727), Sunan an-Nasa-i (II/155), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/137 no. 1246).
[12]. Hasan shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 355)], Sunan at-Tirmidzi (I/ 270 no. 429).

Sabtu, 10 Desember 2011

Jangan Takut Dituduh ‘Ujub atau Riya’

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

Di zaman sekarang sebagian orang dengan beraninya “menjual” pemikiran sesatnya di tengah orang banyak.


Bahkan pemikiran sesat yang dia ‘jual’ terkadang disepakati oleh seluruh kaum muslim, bahkan manusia seluruhya akan kesesatannya!!! Tetapi dia dengan beraninya ‘menjual’ pemikiran sesatnya di tengah orang banyak. Wallahu al musta’an. (hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan).

Berbicara tentang agama seenak perutnya, ayat dipelintir, hadits dihina dsb…

Berbicara tentang agama sekehendaknya tanpa ilmu dari Al Quran dan sunnah…

Menulis tentang perkara agama semaunya tanpa ada rasa takut sama sekali kepada Allah Al Jabbar…

Padahal Allah Ta’ala berfirman:

{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ } [الأنعام: 93]

Artinya: “Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah". Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”.


{لَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ (116) مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (117)} [النحل: 116 - 711]

Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”. “(Itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih”. QS. An Nahl: 116-117.

Lihat pedihnya siksa orang-orang yang berkata tentang Allah, agama-Nya, Rasul-Nya… tanpa dasar ilmu yang benar.!!!

Sebagian orang ada yang menghina Allah, menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, menghina Al Quran, menghina ajaran-ajaran Islam dengan mudah dan beraninya, dia sadari atau tidak.

Di zaman sekarang sebagian orang dengan lantangnya “menjajakan” pemikiran kafir dan syiriknya di tengah orang banyak.

Bahkan pemikiran kafir dan syirik yang dia ‘jajakan’ terkadang disepakati oleh seluruh kaum muslim bahkan Fir’aun atau Abu Jahal tidak menyebarkan kekafiran dan kesyirikan yang begitu nyata tersebut.

Sebagian orang dengan beraninya mengajak, menyeru jamaahnya untuk beribadah kepada selain Allah, berdoa kepada selain Allah Ta’ala, beristightsah kepada selain Allah Ta’ala.
Tentunya penyebaran-penyebaran kesesatan, kekafiran dan kemusyrikan ini tidak dilakukan secara personal, tetapi bahkan kadang sudah tingkat internasional dan bahkan dilakukan secara terorganisir dan rapi.

Melihat kejadian seperti ini, sudah seharusnya kaum muslim yang senantiasa berpegang teguh kepada Al Quran dan Sunnah Nabi yang shahih berdasarkan pemahaman para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum bersinergi, saling merangkul, jalan bersama, yang kurang dilengkapi, yang sudah merasa lengkap semoga selalu bisa istiqamah dan tetap menerima masukan kawan-kawannya dari kaum muslim yang satu metode beragama dengannya.

Sebagaimana mereka dengan semangatnya, membuat berbagai planning untuk penyebaran kesesatan yang mereka pelopori.

Sebagaimana mereka dengan semangatnya, mengeluarkan sumber daya yang mereka miliki untuk penyebaran kekafiran dan kesyirikan yang mereka anut.

Sebagaimana mereka dengan keteguhannya mengerahkan semua kekuatan dan potensi untuk penyebaran kemusyrikan yang mereka anggap itu bukan sebagai kesyirikan.
Maka, kita juga harus berani tampil tangguh untuk menjual ‘Barang dagangan Allah Ta’ala’ yang sangat mahal ini.

عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ »

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang takut, maka hendaknya dia berjalan di awal malam, dan barangsiapa yang berjalan di awal malam maka dia akan sampai kepada yang diinginkan, ingatlah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal dan ketauhilah bahwa sesungguhnya barang dagangan Allah adalah surga”. HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no 954.

Makna Hadits dari penjelasan Ath Thiby rahimahullah

Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk seseorang yang berjalan menuju kehidupan akhirat (akhirat oriented), maka sesungguhnya syetan ada yang menghadang di jalannya dan hawa nafsu serta angan-angan dusta adalah pembantu-pembantunya (syetan).

Jika dia hati-hati di jalannya dan dan mengikhlaskan niat di dalam amalannya maka dia akan aman dari syetan dan gangguannya dan siapa saja yang memotong jalan dengan sekutu-sekutunya.

Kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa menjalani jalan menuju akhirat sulit dan mendapatkannya tidak mudah, tidak di dapat dengan usaha yang ringan (sekedarnya), makanya beliau bersabda: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya barang dagangan Allah”, maksudnya adalah barang-barangnya dari nikmat yang ada di surga”, “mahal”, maksudnya adalah tinggi derajatnya, “Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah adalah surga”, maksudnya harganya adalah amalan yang tetap, yang ditujukkan oleh Firman Allah Ta’ala:

{وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا} [الكهف: 46]

Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. QS. AL Kahfi: 46.

Dan juga dengan Firman-Nya:

{إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ } [التوبة: 111]

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”. QS. At Taubah: 111. Lihat kitab Tufat Al Ahwadzi.

Kita harus berani menghilangkan segala rasa tawadhu’ semu yang menjadikan seseorang melempem tidak mau mendakwahkan agama Allah yang sempurna ini.

Sebagian orang mengatakan:

“Masih banyak orang-orang yang lebih pinter dari saya, siapa saya?!”.

“Siapa yang mengetahui kemampuan dirinya maka Allah akan merahmati dirinya”.

“Masih banyak yang lebih berkompeten daripada saya”.

Dan lainnya dari pernyataan-pernyataan yang sepertinya indah tetapi karena tidak digunakan tidak pada tempatnya menjadi tawadhu’ semu yang menjadikan seseorang melempem tidak mau, tidak semangat berdakwah.

Jika kita yakin berada di jalan Al Quran dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan pemahaman para shahabat radhiyallahu ‘ahum, maka kita harus berani dalam menjajakan syariat Allah, menyebarkannya ditengah kerusakan yang kian meningkat, seberani mereka yang menyebarkan kesesatan, kekafiran dan kemusyrikan tadi, bahkan harus lebih berani daripada mereka karena Allah hanya akan menolong para rasul-Nya dan orang-orang beriman.

{ إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ} [غافر: 51]

Artinya: “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. QS. Ghafir: 51.

Ayo para Ustadz Ahlus Sunnah… sekarang saatnya menyampaikan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat cocok di semua tempat, waktu dan keadaan, jangan takut Anda dikatakan riya’, ketika Anda sendiri yang ternyata harus mengumumkan kajian Anda, dikarenakan tidak ada yang menolong Anda.

Ayo para Ahli Dakwah Ahlus Sunnah…sekarang saatnya menyampaikan agama Allah yang sempurna ini dengan dalil-dalinya, jangan takut dikatakan ‘ujub jika Anda sendiri yang tenyata harus mengumumkan kajian Anda jika tidak ada yang menolong Anda.
Ayo Kaum muslim, bergembira dan bersyukurlah ketika Anda ditakdirkan oleh Allah Ta’ala untuk berperan dengan semampunya, sebisanya dalam menyampaikan agama Allah Ta’ala beserta dalil-dalilnya, sungguh Anda adalah orang yang dipilih Allah ta’ala, karena tidak semua mempunyai kesempatan dan berkesempatan.

Tentunya…!!!

Tetap dengan menjaga hati dan niat atas amalan yang diperbuat, yaitu hanya berharap wajah dan pahala Allah semata, karena inilah yang merupakan syarat utama diterima amal dan dakwah kita oleh Allah Ta’ala.

Jangan ingin dilihat kecuali oleh Allah dan jangan ingin diberikan sanjungan dan pujian apapun kecuali dari Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala menceritakan tentang orang yang bersedekah:

{إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا} [الإنسان: 9]

Artinya: “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. QS. Al Insan: 9.


*) Ditulis oleh Ahmad Zainuddin

Apa yang Engkau Baca Ketika Shalat

- Takbir -
Allahu akbar
Allah Maha Besar


- Doa Iftitah -
Allahu akbar kabira
Allah Maha Besar lagi Maha Sempurna KebesaranNya,
walhamdulillahi katsira
dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya,
wa subhanallahi bukrataw wa ashila
dan maha suci Allah sepanjang pagi dan petang,

inni wajjahtu wajhiya...
sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada wajahMu...
... lilladzi fatharassamawati wal ardhi ...
... yang telah menciptakan langit dan bumi ...
... hanifam muslima ...
... dengan penuh ketulusan dan tunduk ...
... wa ma ana minal musyrikin ...
... dan bukanlah aku termasuk kedalam golongan yang mempersekutukan Engkau (musyrik)

inna shalati ...
sesungguhnya shalatku...
... wa nusuki ...
... dan ibadahku ...
... wa mahyaya ...
... dan hidupku ...
... wa mamati ...
... dan matiku ...
... lillahi rabbil 'alamin
...... hanyalah untuk Tuhan Semesta Alam!

la syarikalahu
tiada sekutu bagi Engkau,
wa bizalika umirtu
dan dengan demikian itulah aku diperintahkan,
wa ana minal muslimin
dan aku termasuk orang-orang Islam!


- AL FATIHAH -
bismillahirrahmanirrahim
dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

alhamdulillahi rabbil 'alamin
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam

arrahmanir rahim
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

maliki yaumiddin
yang menguasai hari pembalasan

iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in
hanya kepadaMulah kami menyembah!
dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan!

ihdinash shiratal mustaqim
tunjukilah kami jalan yang lurus

shiratalladzina an'amta alaihim
yaitu jalan yang Engkau berikan nikmat kepada mereka

ghairil maghdu bialaihim waladhdhallin
bukan jalan yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat


-Ruku'-
subhana rabbiyal adzimi wabihamdih
Maha Suci Tuhan yang Maha Agung dan memujilah aku kepadaNya


-I'tidal-
sami allahu liman hamidah
semoga Allah mendengar siapa-siapa yang memujiNya

rabbana lakal hamdu ...
Ya Tuhan kami, hanya bagiMulah segala puji ...

... mil ussamawati wa mil ulardhi ...
... pada segenap langit dan segenap bumi ...

... wa min umaa syi'ta min syai'in ba'du
... dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah itu


-Sujud-
subhana rabbiyal a'la wabihamdih
Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi dan memujilah aku kepadaNya


-Duduk diantara Dua Sujud-
rabbighfirli...
Wahai Tuhan, ampunilah aku...
...warhamni...
...dan kasihanilah aku...
...wajburni...
...dan cukupkanlah (segala kekurangan)ku...
...warfa'ni...
...dan angkatlah derajatku...
...warzuqni...
...dan berikanlah rizki kepadaku...
...wahdini...
...dan tunjukilah aku...
...waafini...
...dan berikanlah kesehatan kepadaku...
...wa'fuanni...
...dan maafkanlah aku...


-Tasyahud dan Shalawat Nabi-
attahiyatul mubarakatus salawatut tayyibatu lillah
segala kehormatan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan adalah milik Allah

assalamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh
semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkahNya (tetap tercurah) atasmu wahai Nabi

assalamu 'alaina wa 'ala ibadilahish shalihin
semoga keselamatan (tetap tercurah) atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih
asyhadu anla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammaddar rasulullah
aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah

allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad
ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya

kama shalaita 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim
sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya

wabarik 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad
dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad dan keluarganya

kama baraktah 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim
sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya

fil alamina innaka hamidun majid
di seluruh alam semesta ini, sungguh Engkaulah yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia


-Salam-
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah tetap terlimpah atasmu sekalian

disadur dari : http://varisphere.blogspot.com/2011/03/apa-yang-kamu-baca-dalam-shalatmu.html